Minggu, 22 April 2012 23:24 WIB
Tak terasa sudah 18 tahun saya merasakan Kasih setia Allah yang selalu tercurah. Kasihnya pun selalu terwujud melalui berbagai cara, cara yang menyenangkan bahkan yang sedih sekalipun. Kasih itu akan secara komplit tergambar pada saat moment ulang tahun. Moment ulang tahun merupakan momen yang menyenangkan, mengharukan, dan unik. Kenapa unik? Karena di tiap tahunnya akan selalu ada peristiwa dan keadaan yang berbeda. Masih tergambar dengan jelas ulang tahun terakhir yang saya rasakan di ruang kunjung penjara. Kenapa penjara? Ya, Ayahku yang kucintai ada di sana. Aku tahu persepsi seseorang tentang tempat dan bahkan orang yang ada di penjara sangatlah negatif. Namun, aku mau katakan bahwa aku bangga bahwa Ayahku ada di dalam sana. Pada moment ini aku ingin sampaikan bahwa aku senang merayakan ulang tahun di sana. Aku mencintainya, juga ibuku. Merekalah inspirator di dalam kehidupanku. Aku banyak belajar hidup dari mereka. Pada kesempatan ini aku ingin mengucapkan bahwa aku mencintai mereka dan merindukan mereka. Walaupun, aku tahu bahwa cinta aku kepada mereka melebihi cintanya kepadaku. Tangan mereka selalu merangkulku, memelukku, bahkan memukulku, demi mengajariku untuk menjadi manusia, manusia pembelajar, manusia yang berguna, manusia yang baik.
Saat usiaku genap 18 tahun, aku tidak bersama keluargaku atau orang tuaku. Kini aku berada di pulau Jawa, demi menuntut ilmu di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta. Sabtu sore, aku berangkat dari Asrama putra STT Jakarta (Talang, Jakarta) menuju keluarga Lae Girsang (Galaxi, Bekasi). Minggu, 22 April 2012 aku terbangun pada pukul 11.24. Badanku masih pegal-pegal karena efek dari retreat jumat sabtu di Lembur Pancawati kemarin. Kulihat handphoneku, terdapat tujuh buah Short Message Sevice yang masuk ke inboxku. Ternyata teman-temanku yang mengucapkan selamat ulang tahun. Aku berterimakasih khusus buat Adonia Putri yang mengirimkan pesan singkat yang sangat memberkati, dan dengan rela menunggu waktu hingga menunjukkan pergantian hari. Terimakasih. Siangnya, mamaku mengirimkan pesan singkat dan meneleponku. Itu adalah moment yang sangat indah pada hari ini. Terimakasih Ibu, dengan setia selalu menyayangiku. I Love You. Siang tlah berganti sore, kakakku Erika dan anaknya (sepupuku) Christ Nathan, merayakan ulang tahunku. Anehnya, kue tart telah digantikan oleh Pizza. Hehe.. moment yang juga indah. Kali pertama berulang tahun dengan keponakanku Christ Nathan yang lucu.
Pukul tujuh lewat, aku berada di dalam perjalanan pulang dari Bekasi menuju Asrama. Di sepanjang jalan di dalam angkutan umum, aku membaca sebuah buku yang berjudul Raja yang Menderita oleh Joas Adiprasetya; rektor STT Jakarta, dosen Pengantar Ilmu Teologi ku dahulu di semester satu, dan salah satu dosen yang memberiku nilai A- pada mata pelajarannya. Hehehe.. ketika saya membaca buku itu, ada salah satu bagian tulisan yang sangat saya sukai. Tiba-tiba dengan naif saya berfikir, “Ah, apakah nanti di Asrama saya akan dirayakan ulang tahun yah?” (Seperti yang kami lakukan kepada tiap anak-anak Asrama). Pada saat itu saya berencana akan membacakannya kepada teman-teman semua di acara ulang tahun nanti sebagai bahan refleksi pribadi, seperti yang sering saya lakukan ketika ada teman yang berulang tahun. Tepat sekali. Apa yang saya bayangkan sesuai. Tulisan yang menyentuh hati saya, saya bacakan di depan teman-teman Asterix (Asrama Talang). Kemudian, saya mulai membacakannya:
Seandainya Anda diberi kesempatan untuk memilih, masa seperti apa yang akan Anda pilih untuk mengulangi hidup Anda? Pertanyaan ini mengingatkan saya pada Martin Luther King, Jr., seorang pejuang hak asasi manusia kulit hitam di Amerika. Pada tanggal 4 April 1968, ia berbicara di depan sebuah pertemuan di Memphis. Ia berkata begini:
Jika saya berdiri di awal sejarah, dengan kesempatan melihat seluruh sejarah umat manusia sampai detik ini, dan Tuhan berkata kepada saya, “Marthin Luther King, masa seperti apa yang ingin kamu jalani?” maka saya akan membayangkan peristiwa-peristiwa luar biasa. Saya membayangkan kisah pengeluaran Israel dari Tanah Mesir atau peristiwa mengagumkan dari Tuhan yang membelah Laut Merah, dan peristiwa ajaib lainnya. Terlepas dari semua hal mengagumkan tersebut, saya tidak akan memilih masa itu.
Kemudian, ia melanjutkan dengan peristiwa-peristiwa dunia lain yang mengagumkan. Akan tetapi, ia selalu mengakhiri dengan kalimat: saya tidak akan memilih masa itu.
Anehnya lagi, ia justru menyatakan keinginannya untuk berkata kepada Allah bahwa ia ingin tetap hidup di pertengahan abad ke-20 pada masa sekarang ini.
Anda mungkin berpikir keinginan saya ini aneh, karena dunia kita sekarang sangat kacau. Bangsa kita sedang sakit. Namun, saya tahu bahwa semakin langit gelap, semakin kita bisa melihat bintang-bintang yang indah.
Di balik pertanyaan ini sebenarnya tersimpan pertanyaan paling mendasar: bagaimana saya memaknai hidup saya sekarang ini, detik ini, di sini, di tempat saya hidup saat ini?
Ketika saya membaca ini, saya pun serasa ditanyai oleh Tuhan dengan pertanyaan yang sama (dengan sedikit improvisasi) “Missael Hotman, jika kau Ku berikan hadiah ulang tahun, masa seperti apa yang ingin kamu jalani?.” Setelah membaca tulisan Joas Adiprasetya, saya kemudian mendapat jawaban. Kira-kira jawaban saya terhadap pertanyaan yang Tuhan tanyakan adalah seperti ini “Tidak Tuhan! (dengan sedikit nada protes) Pertanyaan Tuhan tidak relevan! Seharusnya pertanyaan Tuhan lebih tepatnya begini: Bagaimana kamu memaknai hidupmu sekarang ini, detik ini, di sana, di tempat kamu hidup saat ini?”.
Saya bersyukur berada di tempat saya hidup saat ini. Bersama teman-teman di Asrama, bersama senior dan mentor yang tidak hanya sekadar baik, tetapi juga peduli terhadap saya. Yah, walaupun acara ulang tahun yang mereka rayakan tidaklah tepat dijadikan simbol kepedulian dan perhatian mereka. Tetapi di luar itu semua, pengungkapan dari mulut mereka, satu persatu, masukan mereka, penilaian mereka, sentuhan mereka, tatapan, senyuman, genggaman, dan hal yang tak terlukiskan dari mereka menandakan bahwa ada banyak orang yang peduli terhadapku. Namun, tindakan peduli orang lain itu dapat terlihat jika kita dapat membuka mata dengan benar, tanpa butiran curiga, prasangka, serta penarikan diri.
Selamat ulang Tahun hai jiwaku. Berterimakasihlah kepada Sang Kasih, yang selalu mengasihiku melalui orang-orang yang disekitarku dan dengan berbagai cara yang unik dan beragam. Semoga jiwaku dapat terus lebih berguna bagi orang-orang yang ada di sekitarku, yang tidak dan yang menyayangiku. Semoga tulisan yang bertuliskan We Love You “AEL” pada tart pada malam ini menjadi tulisan yang selalu keluar dari tiap bibir orang-orang yang mengenalku. Biarlah jiwaku menjadi orang yang terus pantas mendapat ucapan We Love You “AEL”. Thank’s.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar